
MAKALAH
DINAMIKA
PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA PADA MASA AWAL PERKEMBANGAN (1908 – 1921)
Dibuat untuk memenuhi tugas Sejarah
Nasional Indonesia III
Oleh
Dwi
Agustin Puji Lestari 130210302062
Adam
Adi Purbaningrat 130210302063
Rizki
Ramba Adi Putri 130210302064
Fitri
Anggraini FKH 130210302067
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Latar belakang dari penulisan makalah ini adalah untuk merekontruksi
dinamika pergerakan nasional melaalui organisasi – organisassi yang berdiri
pada tahun 1908 – 1921. Pada masa penjajaahaan rakyat menderita, hhal ini
disebabkan oleh kebbijakan – kebijakan kolonial yang sangat merugikan rakyat.
Penderitaan yang terus menerus menyebabkan pemberontakan pada rakyat. Khususnya
mahasiswa STOVIA yang berusaha mengadakan perlawanan dengan cara halus
mengingat pertempuran fisik selalu mengalami kegagalan. Berangkat dari
kesadaran dan kemauan untuk melawan, maka mulai muncul berbagai organisasi
pergerakan. Meskipun masing-masing organisasi memiliki cara perjuangan yang
berbeda, mereka tetap mempunyai satu tujuan yaitu mencapai kemerdekaan.
Ada beberapa faktor yang mendorong pergerakan nasional yakni faktor interen
dan eksteren. Salah satu faktor intern ialah penderitaan rakyat akibat
penjaajahan, penderitaan itu menjadikan rakyat Indonesia muncul kesadaran
nasionalnya dan mulai memahami perlunya menggalang persatuan. Perjuangan tidak
lagi menggunakan kekuatan senjata tetapi dengan menggunakan
organisasi-organisasi pemuda. Dan untuk faktor ekstern sendiri ialah pengaruh
dari luar seperti gerakan nasionalisme China diawali dengan terjadinya
pemberontakan Tai Ping (1850 – 1864) dan kemudian disusul oleh pemberontakan
Boxer. Haal ini membbuat rakyat Indonesia memiliki semangan untk memperjuangkn
kemerdekaan.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun permasalah yang diambil oleh penulis ialah merontruksi kembali
organisasi – organisasi yang bediri sebagai suatu gerakan nasional Indonesia
seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan Perhimpunan Indonesia
dalam
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk pemenuhan
tugas mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia III
2.
Untuk memahami
tentang pergerakan nasional Indonesia.
BAB 2.
PEMBAHASAN
Sebenarnya, kesadaran nasional telah tumbuh sejak lama,
terbuti dengan adanya paham nasionalisasi saat itu. Namun, perjuangan bangsa
Indonesia untuk mencapai kemerdekaan saat itu masih bersifat kedaerahan, nah
hal-hal berikut inilah yang memicu rakyat Indonesia untuk akhirnya bersatu dan
tidak lagi bersifat kedaerahan. Didirikannya sekolah HIS, MULO, AMS,
Kweekschool, STOVIA, dan THS hanya untuk anak-anak kelas atas Eropa dan
bumiputera. Dianggapnya pendidikan sebagai status sosial anak. Adanya
pendidikan yang menimbulkan terbentuknya golongan cendekiawan/pelajar. Dan
munculah organisasi – organisasi pergerakkann nasioonal.
2.1 Boedi
Oetomo atau Budi Utomo
Sejak Dokter Wahidin pada tahun – tahun 1906 dan 1907
melancarkan suatu gerakan untuk mendirikan studiefonds atau beasiswa yaang
kemudian dissusul dengan bedirinya perkumpulan Boedi Oetomo atau Budi Utomo,
mulai tampilah dengan jelas adanya reaksi yang sangat jelas dari para kaum
priyayi, reaksi ini mencerminkan suatu kekhawatiran kalau - kalau gerakan gerakan
tersebut mengancam kaum priyayi tersebut. Munculnya kaaum terpelajar sebagaai golongan
profesional telah mengurangi ruang lingkup kekuaasaan elite birokrasi. Dengaan
meningkatnya diferensiasi fungsi dalam pelayaanan umum, otoritas seperti
priyayi itu akan berkurang sebagian bergeser ke tangan pejabat proesional.
Ikatan situasi masing - masing golongan sosial menentukan
kedudukanya dalam proses moderenesasi pada umumnya dan pergerakan nasional khususnya.
Kaum priyayi termasuk golongaan konservatif sedangkan kaum terpelajar atau
intelektual pada umumnya ada di barisan progresif. Legitimasi kedudukanya
golongan pertama lebih didasarkan atas status menurut askripsi, sedang yaang
kedua pada nilai status berdasarkan achievement atau status yang ditentukan
oleh hasil usaha sendiri.
Dalam
pergerakanya dr.Wahidin bertemu dengan Sutomo, seorang pelajar STOVIA di
Jakarta. Cita - cita untuk meningkatkan kedudukan dan martabat rakyat
sebenarnya sudah ada pada diri pelajar STOVIA. Dengaan berjalaanya waktu
gerakan Beasiswwa ataau Dana Pelajar diperluas jangkauanya. Dan pada tanggal 20
Mei 1908 di Jakarta pelajar – pelajar
tersebut di gedung STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo dan
diketuai oleh R. Sutomo. Program utama dari Budi Utomo adalah mengusahakan
perbaikan pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial
disebabkan saat itu belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena
adanya aturan yang ketat dari pihak
pemerintah Hindia Belanda. Disamping itu, pemerintah Hindia Belanda sedang
melaksanakan program edukasi dari politik ethis sehingga terdapat kesesuaian
kedua program. Budi Utomo merupakan
organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya dengan gerakan
awal jangkauannya hanya terbatas pada Jawa dan Madura.
Susunan
awal keanggotaan Boedi Oetomo adalah sebagaai berikut :
Ketua : Sutomo
Wakil Ketua :
Sulaeman
Sekertaris I :
Suwarno
Bendahara : R
Angka
Komisaris : M
Suwarno dan Muh Saleh
Bulan Mei sampai Oktober 1908, Budi Utomo yang merupakan oganisasi pertama
yang dilakukan oleh para pelajar dengan para pelajar STOVIA. Dengan tujuan
untuk kemajuan bagi Hindia, dimana jangkauan geraknya yang terbatas pada
penduduk pulau Jawa dan pulau Madura dan lambat laun meluas untuk penduduk
Hindia Belanda seluruhnya enggan tidak memerhatikan perbedaan keturunan, jenis
kelamin. Serta agama. Sampai menjelang kongres pertama yang memiliki 8 cabang
Budi Utomo yaitu di Jakarta, Bogor,
Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Prolinggo.
Cabang-cabangnya didirikan pada lembaga-lembaga tersebut dan pada bulan
Juli 1908 Budi Utomo sudah mempunyai anggota 650 orang. Mereka yang bukan
mahasiswa juga menggabungkan diri, sehingga pengaruh mahasiswa mulai berkurang
dan organisasi tersebut tumbuh menjadi partai priyayi rendah Jawa pada umumnya.
Budi Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia
dengan memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga
rencana kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Tanpa adanya
sebuah pengalaman dalam keorganisasian, Budi Utomo merupakan wadah dari unsur
radikal dan bercorak politik. Setelah adanya perbedaan yang panjang mengeni
corak Budi Utomo, pengurus besar memutuskan untuk membatasi jangkauan gerak
kepada penduduk Jawa dan Madura dan tidak akan dilibatkan dalam kegiatan
politik.
Dalam organisasinya Budi Utomo mengusulkkan kepada pemerintahan Hindia
Belanda untuk :
1.
Meninggikan tingkat
pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun sekolah priyayi.
2.
Memberi beasiswa
bagi orang-orang bumi putera.
3.
Menyediakan lebih
banyak tempat pada sekolah pertanian.
4.
Izin pendirian
sekolah desa untuk Budi Utomo.
5.
Mengadakan sekolah
VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6.
Memelihara tingkat
pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7.
Mendirikan Taman
kanak-kanak untuk bumi putera.
8.
Memberikan
kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah rendah eropa
atau sekolah Tionghoa - Belanda.
Selanjutnya Budi Utomo
dijadikan sebagai badan hukum yang diharakan organisasi akan melancarkan
aktivitasnya secara luas. Akan tetapi hal tersebut terkendala dengan adanya
masalah keuangan. Dan juga bupati telah mendirikan sekolah sendiri. Namun pada
akhirnya Budi Utomo menperoleh cabang di 40 tempat dengaan jumlah anggota
kurang lebih 10.000 orang. Pada tanggal 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan
konggresnya yang pertama di Yogyakarta. Konggres ini berhasil menetapkan tujuan
organisasi yaitu; Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama
dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, tehnik, industri
serta kebudayaan. Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama terpilih R.T
Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sedangkan anggota-anggota Pengurus Besar pada
umumnya pegawai pemerintahan atau mantan pegawai pemerintahan dengan pusat
organisasi berada di Yogyakarta. Pengurus hasil konggres ini merupakan dewan
pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua yang mendukung
pendidikan yang semakin luas dikalangan priyayi dan mendorong pengusaha Jawa.
Setelah cita-cita Budi
Utomo mendapat dukungan semakin luas dikalangan cendekiawan Jawa maka para
pelajar tersebut memberi kesempatan kepada golongan tua untuk memegang peranan
yang lebih besar bagi gerakan ini. Ini dibuktikan dengan terpilihnya golongan
tua sebagai pengurus dalam konggres Budi Utomo I di Yogyakarta. Ketua terpilih
R.T Tirtokusumo, sebagai seorang bupati lebih memperhatikan reaksi dari pemerintah
kolonial Belanda dibanding reaksi dari warga pribumi. Sebelumnya terjadi
persaingan daalam konggres itu, disebabkan terdapat kelompok minoritas yang
dipimpin dr.Cipto Mangunkusumo yang berusaha memperjuangan Budi Utomo berubah
menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyast pada umumnya
tidak terbatas hanya golongan priyayi dan kegiatannya meliputi seluruh
Indonesiaa, tidak hanya Jawa dan Madura saja. Namun, pandangan dr. Cipto
Mangunkusumo gagal mendapat dukungan bahkan pada tahun 1909, beliau
mengundurkan diri dari Budi Utomo dan kemudian bergabung dengan Indische
Partij.
Setelah Cipto Mangunkusumo
meninggalkan Budi Utomo tidak ada permasalahan lagi pada badan organisasi
tersebut, namun Budi kehilangan kekuatan progresif sehingga perkembaangan
selanjutnya didominasi oleh kaum ningrat. Organisasi semacam ini menjadi wadah yang
tepat bagi golongan priyayi, baik dari birokrasi maupun profesional terutama
tingkat menengah dan bawah.
Budi Utomo bukan hanya
dikenal sebagai salah satu organisasi nasional yang pertama di Indonesia,
tetapi juga sebagai salah satu organisasi yang terpanjang usianya sampai dengan
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Budi Utomo memang mempunyai arti penting
meskipun jumlah anggotanya hanya 10 ribu, sedangkan SI mencapai 360 ribu. Budi
Utomo lah penyebab berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga terjadinya
integrasi nasional, maka wajarlah kalau pada kelahiran Budi Utomo tanggal 20
Mei disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Lahirnya Budi Utomo menampilkan
fase pertama dari nasionalisme Indonesia. Fase ini menunjuk pada etno
nasionalisme dan proses penyadaran diri terhadap identitas bangsa Jawa
(Indonesia).
2.2
Sarekat Islam
Sarekat islam berdiri pada tahun
1911 di Solo. Latar belakang ekonomis pembentukan Sarekat Islam adalah untuk
melawan terhadap pedagang antara (penyalur) oleh orang Cina. Berdirinya Sarekat
Islam merupakan isyarat bagi orang muslim, bahwa telah tiba waktunya untuk
menunjukkan kekuatannya. Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasinya
tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi
untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap bumiputra.
Ia merupakan reaksi terhadap rencana
krestenings-politiek (politik
pengkristenan) dari kaum zending,
perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenar-ambtenar bumiputra dan Eropa.
Pokok utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk
penindasan dan kesombongan rasial.
Berbeda dengan Budi Utomo yang
merupakan organisasi dari ambtenar-ambtenar
pemerintah, maka Sarekat Islam berhasil pada lapisan bawah masyarakat, yaitu
lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan yang
paling banyak menderita. Jika ditinjau menurut anggaran dasarnya, yang dapat
dirumuskan seperti berikut :
a. Mengembangkan
jiwa berdagang.
b. Memberi
bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesukaran.
c. Memajukan
pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputera.
d. Menentang
pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Berdasarkan
anggaran dasarnya yang sudah disebut diatas, maka SI terang tidak berisikan
politik. Akan tetapi, dari seluruh aksi perkumpulan itu dapat dilihat bahwa SI
tidak lain melaksanakan suatu tujuan ketatanegaraan. Selalu memperjuangkan dengan
gigih keadilan dan kebenaran terhadap penindasan.tidak diragukan lagi, periode
SI itu dicanangkan oleh suatu kebangunan revolusioner dalam arti tindakan yang
gagah berani melawan stelsel-terjajah-penjajah.
Pemerintah
Hindia Belanda dalam menghadapi situasi yang mengancam kedudukannya serta
sewaktu-waktu dapat menjadi gerakan revolusi ini menempuh jalan hati-hatidan
mengirimkan salah seorang penasihatnya kepda organisasi tersebut. Gubernur
Jenderal Idenburg meminta nasihat-nasihat dari para residen untuk menetapkan
kebijakan politiknya dalam menghadapi SI. Hasilnya ialah untuk sementara SI
tidak boleh berupa organisasi yang mempunyai pengurus besar dan hanya
diperbolehkan berdiri secara lokal.
Suwardi
Suryaningrat mencatat pada tahun 1917 bahwa berhubung dengan jalan diplomatis
yang ditempuh oleh pemerintah itu, lambat laun unsur pemberontak menjadi
berkurang, bahkan disana-sini telah berubah menjadi mentalitas semangat
Belanda. Penulis lain (D.M.G. Koch) mengemukakan adanya aliran di dalam tubuh
SI, yaitu yang bersifat Islam fanatik, yang bersifat menentang keras, dan
golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan secara berangsur-angsur dengan
bantuan pemerintah. Akan tetapi, apabila cita-cita yang tidak adil tidak sah
terhadap rakyat Indonesia begitu jelas, kerohanian SI tetap demokratis dan
militan (sangat siap untuk berjuang). Memang beberapa aspek perjuangan
terkumpul menjadi satu di dalam tubuh SI sehingga ada yang menamakan bahwa SI
merupakan “gerakan nasionalitis-demokratis-ekonomis”.
Berbeda
dengan partai lainnya, kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara
horizontal, sehingga SI merupakan organisasi massa yang pertama di Indonesia,
yang antara tahun 1917-1920 sangat terasa pengaruhnya dalam politik Indonesia.
Mr.
A.K. Pringgodigdo, dalam bukunya Sedjarah Pergerakan Rakyat Indonesia,
menyatakan bahwa jumlah semua anggota Sarekat Islam pada waktu itu (1916)
adalah kurang lebih 800.000. Selanjutnya disebutkan bahwa pada waktu kongres
Nasional Sarekat Islam daerah yang mewakili jumlah anggota 360.000 orang. Angka
ini disebutkan juga oleh Drs.Soesanto Tirtoprodjo,S.H. dalam bukunya Sedjarah
Pergerakan Nasional Indonesia.
Dr.
Bernhard Dahm dalam bukunya Sukarno and the stuggle for Indonesian
Independence, menunjukan angka lebih teliti lagi. Keanggotaan Sarekat Islam di
Jawa tahun 1912-1914 adalah sebagai berikut :
Bulan
dan Tahun
|
Jumlah
Anggota
|
April 1912
|
4500
|
Desember 1912
|
93.000
|
April 1913
|
150.000
|
April 1914
|
366.913
|
Dalam
bulan April 1914 keanggotaan Sarekat Islam telah mencapai puncaknya. Mulai
tahun itu sampai tahun 1917 terlihat adanya penurunan anggota. Mulai tahun 1918
terlihat lagi adanya penambahan anggota. Keanggotaan Sarekat Islam di Jawa
tahun 1915-1918 adalah sebagai berikut :
Bulan
dan Tahun
|
Jumlah
Anggota
|
April
1915
|
319.251
|
Juni
1916
|
273.377
|
Oktober
1917
|
268.355
|
Oktober
1918
|
389.410
|
Perwakilan-perwakilan
yang menghadiri Kongres Sarekat Islam dari tahun 1916-1918 dapat pula diketahui
daru buku Bernhasd Dahm sebagai berikut :
- 1916 : 354.800, termasuk 81.423 dari
luar Jawa.
- 1917 : 350.954, termasuk 92.559 dari
luar Jawa.
- 1918 : 450.099, termasuk 60.689 dari
luar Jawa.
George
Mc. Turnan Kahin dalam bukunya Nationalism and Revolution di Indonesia
menyatakan bahwa : menjelang 4 tahun semenjak pendiriannya pada tahun 1912,
organisasi Sarekat Islam berkembang mempunyai anggota 360.000 orang dan pada
tahun 1919 jumlah anggotanya 2.500.000 orang.
Corak demokratis dan kesiapan SI untuk
berjuang yang mendekatkan beberapa cabang SI dan para pemimpinnya kepada ajaran
Marxis. Terutama SI di bawah Semaun dan Darsono, merupakan pelopor yang
menggunakan senjata dalam perjuangan melawan imperialisme, ialah teori
perjuangan Marx.
Sudah
barang tentu hal ini menimbulkan krisis dan pertentangan timbul antara
pendukung paham Islam dan paham Marx. Debat yang seru terjadi antara H.Agus
Salim-Abdul Muis dipihak paham Islam melawan Semaun dan Tan Malaka dipihak
paham Marx. Pada tahun 1921 golongan kiri (penganut paham Marx) dalam tubuh SI
dapat disingkirkan, yang kemudian menamakan dirinya Sarekat Rakyat (SR). SI dan
SR berusaha untuk mendapatkan sokongan massa dan dalam hal ini keduanya cukup
berhasil. Keadaan di dalam tubuh SI yang demikian membuat pemimpin SI, H.O.S
Tjokroaminoto, mengadakan studi banding ajaran Islam dan Marxisme. Bukunya
terbit pada tahun 1924 bejudul Islam dan
Sosialisme.
Pada
1921 Sarekat Islam (SI) mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam (PSI)
dengan maksud untuk memperoleh kembali dukungan yang telah hilang akibat
dilaksanakan disiplin partai. Usaha lain memperoleh dukungan adalah dengan
mengadakan gerakan pan-Islamisme dan membuat struktur partai yang kuat.
Sarekat
Islam beberapa kali mengadakan Kongresnya. Kongres Islam itu adalah sebagai
berikut :
1.
Kongres Sarekat Islam Pertama dibuka tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya. Hasil
kongres adalah :
a. Dalam kongres berhasil dibentuk suatu Sentral
Komite dengan Haji Samanhoedi sebagai ketua dan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai
ketua muda. Menurut M.D.G. Koch dalam bukunya Menudju Kemerdekaan, H.O.S.
menyatakan, "Kami bersikap Loyal terhadap pemerintah Belanda. Kami senang
dibawah kekuasaan Pemerintah Belanda. Bohong jika ada yang berkata, bahwa kami
hendak merusak keamanan. Tidak benar kami hendak bertempur. Yang menyangka
demikian, ialah orang gila! Tidaklah pemberontakan atau kekacauan yang kami
maksud, sekali-kali tidak!".
b.
Sarekat Islam berbentuk Badan Hukum
2.
Kongres Sarekat Islam kedua di Solo (1913). Dalam kongres ini diputuskan bahwa
Sarekat Islam hanya terbuka untuk bangsa Indonesi dan pegawai pangreh praja.
3.
Kongres Sarekat Islam ke tiga di Bandung (17-19 Juni 1916).
4.
Kongres Nasional Sarekat Islam Ke dua di Jakarta (20-27 Oktober 1917)
Kongres
menyetujui hal-hal berikut ini :
a.
Tetap menyetujui aksi Parlementer-Evolusioner.
b.
Tetap ikut dalam gerakan Indie Weerbar.
c.
Menetapkan suatu azas pemerintahan sendiri sebagai tujuan perjuangan terhadap
penjajahan dan menentang semua penghisapan oleh kapitalisme.
Pada
waktu kongres ini sudah terlihat adanya pengaruh aliran Revolusioner
Sosialistis yang dibawakan oleh Sarekat Islam cabang Semarang.
5.
Kongres Nasional Sarekat Islam ke tiga di Surabaya (tanggal 29 September – 6
Oktober 1918).
Keputusannya
sebagai berikut :
a.
Menentang pemerintah sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme.
b.
Menarik garis yang tegas pertentangan antara penjajah melawan terjajah dan
pertentangan antara kapitalis melawan buruh.
5.
Kongres Nasional Sarekat Islam Ke empat di Surabaya (tanggal 26 Oktober-2
Nopember 1919).
Keputusan
seperti berikut :
a.
Memutuskan semua Sarekat Sakerja dalam suatu majelis yang terdiri dari 2 kamar.
b.
Mengadakan beberapa komite penyelidik untuk mempelajari soal-soal yang penting
bagi pergerakan rakyat.
6.
Kongres Nasional Sarekat Islam Ke Lima di Surabaya (bulan Maret 1921)
Keputusannya
adalah Sarekat Islam menentang Kapitalisme sebagai sebab penjajahan. Keputusan
ini adalah suatu kompromi antara aliran ekonomis-pragmatis yang diwakili oleh
Semaun dan aliran nasional keagamaan yang diwakili oleh golongan Tjokroaminoto.
7.
Kongres Nasional Sarekat Islam Keenam di Surabaya (tahun 1921)
Keputusannya
adalah menerima Partij Disiplin, yang berakibat :
a.
Orang-orang harus memilih dengan tegas.
b.
Golongan Semaun dikeluarkan dari Sarekat Islam, karena Partij Disiplin yang
tidak memperbolehkan lagi merangkap dua keanggotaan Partij politik.
8.
Kongres Nasional Sarekat Islam ke Tujuh di Madiun (Februari 1923).
Keputusannya
seperti berikut :
a. Mengubah nama Sentral Sarekat Islam
menjadi Partij Sarekat Islam.
b. Mempertahankan disiplin Partij.
9.
Kongres Nasional Islam di Yogyakarta (Agustus 1925).
Keputusannya
sebagai berikut :
a.
Sarekat Islam sebagai Partij berhaluan non cooperatitie, tetapi kepada anggota
Partij diberi kebebasan untuk menjabat anggota badan-badan perwakilan, tidak
atas nama Partij melainkan atas nama sendiri.
b.
Menegaskan bahwa tujuan Partij Sarekat Islam adalah mencapai kemerdekaan
nasional atas dasar agama Islam.
2.3 Indische
Partij
Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember
1912. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai pengganti organisasi Indische Bond, sebagai organisasi
kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh
pendiri Indische Partij dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudhi),
dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara). Indische Partij merupakan organisasi pergerakkan nasional yang
bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme modern.
Douwes Dekker melihat kejanggalan-kejanggalan dalam
masyarakat kolonial, khususnya diskriminasi antara golongan keturunan Belanda
“totok” dengan kaum Indo (campuran). Beliau tidak hanya membela kepentingan
golongan kecil masyarakat Indo, tetapi meluaskan pandangannya terhadap
masyarakat Indonesia pada umumnya yang hidup dalam penindasan pemerintah
kolonial. Beliau berpendapat bahwa nasib kaum Indo tidak ditentukan oleh
pemerintah kolonial, melainkan terletak pada kerja sama dengan penduduk
Indonesia lainnya. Masyarakat Indische
digambarkan sebagai satu kesatuan antara golongan pribumi dan Indo-Eropa yang
terdesak oleh pendatang baru dari negeri Belanda.
Suwardi Suryaningrat melalui tulisan-tulisannya di dalam Het
Tijdschrift dan De Express melakukan propaganda berisi penyadaran
bagi golongan Indo dan penduduk bumiputra. Tulisan tersebut menyebutkan bahwa
masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama, yaitu eksploitasi kolonial.
Untuk persiapan pendirian Indische Partij, Douwes Dekker
melakukan perjalanan propaganda di Pulau Jawa mulai tanggal 15 September hingga
tanggal 3 Oktober 1912. Dalam perjalanannya, beliau bertemu dengan dr. Cipto
Mangunkusumo. Ketika berada di Bandung, beliau mendapat dukungan dari Suwardi
Suryaningrat dan Abdul Muis yang pada waktu itu telah menjadi pemimpin-pemimpin
Sarekat Islam cabang Bandung. Di Yogyakarta, beliau mendapat sambutan dari
pengurus Boedi Oetomo. Redaktur-redaktur surat kabar Jawa Tengah di Semarang
dan Tjahaya Timoer di Malang
juga mendukung berdirinya Indische Partij. Bukti nyata dari banyaknya dukungan
itu adalah dengan didirikannya 30 cabang Indische Partij dengan anggota
sebanyak 7300 orang. Kebanyakan dari anggota itu merupakan orang Indo-Belanda,
sedangkan jumlah anggota dari golongan pribumi sebanyak 1500 orang.
Permusyawaratan wakil-wakil Indische Partij daerah pada
tanggal 25 Desember 1912 di bandung berhasil menyusun anggaran dasar Indische
Partij. Program revolusioner tampak dalam pasal-pasal anggaran dasarnya
tersebut, antara lain tujuan Indische Partij untuk membangun patriotisme semua Indiers terhadap tanah air atas dasar
persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air Hindia dan untuk
mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Sikap tegas Indische Partij juga
tampak dalam semboyan-semboyan mereka yang berbunyi “Indie los van Holland” (Hindia bebas dari Belanda) dan “Indie voor Indier” (Indonesia
untuk orang Indonesia). Sesuai dengan bunyi
pasal-pasal dalam anggaran dasar Indische Partij, seperti sebagai berikut:
1. Memelihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita
kesatuan kebangsaan semua Indiers, meluaskan pengetahuan umum tentang sejarah
budaya Hindia, mengasosiasikan intelek secara bertingkat kedalam suku dan antar
suku yang masih hidup berdampingan pada mada ini, menghidupkan kesadaran diri
dan kepercayaan kepada diri sendiri.
2. Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras
baik dalam bidang ketatanegaraan maupun bidang kemasyarakatan.
3. Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian agama
dan sektarisme yang bisa mengakibatkan Indiers asing sama lain, sehingga dapat
memupuk kerjasama atas dasar nasional.
4. Memperkuat daya tahan rakyat Hindia dengan memperkembangkan
individu ke arah aktivitas yang lebih besar secara taknis dan memperkuat
kekuatan batin dalam soal kesusilaan.
5. Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang
Hindia.
6. Memperkuat daya rakyat Hindia untuk dapat mempertahankan
tanah air dari serangan asing.
7. Mengadakan unifikasi, perluasan, pendalaman, dan
meng-Hindia-kan pengajaran, yang di dalam semua hal terus ditujukankepada
kepentingan ekonomi Hindia, dimana tidak diperbolehkan adanya perbedaan
perlakuan karena ras, seks atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat
yang setinggi-tingginya yang bisa di capai.
8.
Memperbesar pengaruh pro-Hindia di
dalam pemerintahan.
9. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan
memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Jadi, jelas bahwa Indische Partij
bergerak langsung terjun dalam bidang politik. Oleh karena itu, tidak mustahil
apabila tokoh-tokohnya mendapat pengawasan secara ketat. Pergerakan dalam
bidang politik pada saat itu memang masih sangat berbahaya. Organisasi yang
tampak bergerak dalam bidang politik, sudah pasti mendapat tuduhan pemerintah
kolonial Belanda, bahwa organisasi tersebut akan melakukan pemberontakan
terhadap pemerintah. Hal ini dapat dirasakan Indische Partij pada saat
mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal pada tanggal 4 Maret 1913, agar
organisasi ini mendapat pengakuan sebagai badan hukum, ternyata ditolak. Alasan
penolakannya karena organisasi ini berdasarkan politik dan mengancam hendak
merusak keamanan umum.
Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang luas
menuju kemerdekaan Indonesia. Indonesia dianggap sebagai national home bagi semua orang, baik
penduduk bumiputra maupun keturunan Belanda, Cina, dan Arab, yang mengakui
Indonesia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paham ini pada waktu itu dikenal
sebagai Indische Nationalisme,
yang selanjutnya melalui Perhimpunan Indonesia dan PNI, diubah menjadi Indonesische Nationalisme atau
Nasionalisme Indonesia. Hal itulah yang menyatakan bahwa Indische Partij
sebagai partai politik pertama di Indonesia. Bahwa Indische Partij adalah suatu
partai yang radikal juga, dinyatakan Douwes Dekker, didirikan partai ini
merupakan penantangan perang dari pihak budak koloni yang membayar lasting
kepada kerajaan penjajah, pemungut pajak.
Melihat adanya sikap radikal di dalam Indische Partij,
pemerintah kolonial Belanda mengambil sikap tegas. Permohonan kepada gubernur
jenderal untuk mendapatkan pengakuan sebagai badan hukum ditolak pada tanggal 4
Maret 1913 dengan alasan organisasi ini berdasarkan politik dan mengancam serta
hendak merusak keamanan umum. Hal itu menjadi pelajaran bagi Indische Partij
dan juga partai-partai lainnya bahwa kemerdekaan tidak akan diterima sebagai
hadiah dari pemerintah kolonial. Kemerdekaan itu harus direbut dan
diperjuangkan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Pada tahun 1913, Pemerintah Belanda bermaksud merayakan
peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813-1913). Pegawai
kolonial Belanda di berbagai tempat sibuk mengumpulkan uang untuk memeriahkan
perayaan tersebut. Rakyat pun dipaksa turut serta membiayai pesta peringatan
tersebut. Tindakan Belanda itu melukai hati bangsa Indonesia, terutama kaum
nasionalis.
Di kalangan penduduk bumiputra di Bandung dibentuk sebuah
panitia peringatan yang disebut “Comité tot Herdenking can Nederlands
Honderdjarige Vrijheid”
atau disingkat Komite Bumiputra. Komite itu bertujuan membatalkan pembentukan
“Dewan Jajahan” dan menuntut penghapusan Pasal III R.R. (Reglement op het beleid der Regeering) tentang larangan kehidupan
berpolitik. Komite itu juga memprotes pengumpulan uang dari rakyat untuk
membiayai pesta peringatan hari kemerdekaan Belanda itu. Salah seorang pemimpin
komite tersebut, Suwardi Suryaningrat, menulis sebuah risalah dalam bahasa
Belanda yang berjudul Als ik eens Nederlander was (Andai aku adalah
seorang Belanda). Isi pokok dari tulisan itu merupakan suatu sindiran terhadap
pemerintah kolonial Belanda yang mengajak penduduk pribumi ikut serta merayakan
hari kemerdekaan Belanda padahal penduduk pribumi sendiri sedang dijajah oleh
Belanda sendiri.
Karena dianggap terlalu radikal, pada tahun 1913 Douwes
Deker, Dr.Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat ditangkap dan dikenakan
hukuman buang (internir) ke
negeri Belanda. Kepergian ketiga tokoh tersebut berpengaruh cukup besar
terhadap kegiatan Indische Partij sehingga semakin lama semakin menurun.
Indische Partij kemudian berganti nama menjadi Insulinde. Pengaruh Sarekat Islam yang semakin menguat juga
berpengaruh terhadap perkembangan partai ini sehingga Partai Insulinde menjadi
semakin melemah.
Pada tahun 1914
Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi
Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun
1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki
Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman
Siswa.
Kembalinya
Douwes Dekker dari Belanda pada tahun 1918 tidak memberikan pengaruh yang
berarti bagi Insulinde. Pada tahun 1919, partai ini berubah nama menjadi National Indische Partij (NIP). Dalam
perkembangannya, NIP tidak pernah lagi mempunyai pengaruh kepada rakyat banyak.
Masyarakat pribumi lebih banyak terserap mengikuti organisasi-organisasi lain,
sedangkan orang Indo-Eropa yang masih cukup konservatif lebih cenderung
bergabung dengan Indische Bond.
Oleh karena itu, Indische Partij telah kehilangan basis massanya dan akhirnya
dibubarkan, karena sudah tidak dapat menjalankan tugasnya dengan semestinya.
NIP tidak pernah mempunyai pengaruh yang besar di kalangan rakyat dan akhirnya
hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar. E.F.E Douwes Dekker juga
mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan
Ksatrian Institute di Sukabumi
pada tahun 1940.
Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname,
Amerika Selatan.
2.4
Perhimpunan Indonesia
Pada
awal abad XX terjadi perkembangan baru dalam pelaksanaan politik kolonial
Belanda di Indonesia. Garis politik baru itu berbeda dari watak politik yang
dijalankan sebelumnya. Haluan politik itu dikenal dengan sebutan “politik etis”
atau “politik balas budi”.
Politik
etis yang dimulai dengan penuh semangat itu, pada dasawarsa kedua mulai kabur
dan pelaksanaannya diragukan. Perkembangan sosial politik sejak Kebangunan
Nasional dan pecahnya Perang Dunia I menimbulkan situasi politik yang
melemahkan tujuan seperti apa yang telah terkandung dalam politik etis.
Dalam
menghadapi suasana yang penuh kegelisahan pasca Perang Dunia I dan gagalnya
politik etis, Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum mengeluarkan janji
pemerintah untuk mengadakan komisi perubahan yang akan bertugas meninjau
kembali kekuasaan Volksraad dan struktur administrasi pemerintah Hindia
Belanda. Ia mampu mengambil hati kaum pergerakan karena pandangannya yang
progresif dan memberikan kesempatan organisasi pergerakan hidup dengan terbuka.
Memasuki
pasca Perang Dunia I, pergerakan Nasional Indonesia menginjak babak baru, yakni
telah menginjak fase kelahiran Nasionalisme dengan cita-citanya yang tegas ke
arah emansipasi politik dengan jalan kerja sendiri secara aktif dengan
bersenjatakan ideologi kesatuan Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Perhimpunan
Indonesia berdiri enam bulan setelah berdirinya Boedi Oetomo. Sama halnya
dengan BO , PI- pun semula bersifat sosio-kultural kelompok studi. Selain itu,
juga merupakan kelompok keakraban karena sesama orang Indonesia yang merasa
senasib sepenanggungan di perantauan.Perhimpunan
Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda,
antara lain Sutan Kasayangan dan R.N. Noto Suroto. Mula-mula organisasi
itu bernama Indische Vereeniging. Tujuannya adalah memajukan
kepentingan-kepentingan bersama orang-orang pribumi dan nonpribumi bukan Eropa
di negeri Belanda. Pada mulanya, organisasi tersebut hanya merupakan sebuah
organisasi sosial. Akan tetapi, sejak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti
kolonialisme dan anti imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin Indische
Vereenigin semakin menonjol. Lebih-lebih sejak adanya seruan Presiden Amerika
Serikat Woodrow Wilson tentang
hak untuk menentukan nasib sendiri, sehingga keinginan para pelajar Indonesia
untuk merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat.
Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah nama
menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama dalam
bahasa Belanda juga digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan
Indonesia. Dalam perkembangannya, hanya nama Perhimpunan Indonesia (PI)
saja yang digunakan. Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI bergerak dalam
bidang politik.
Untuk menyebarkan semangat perjuangannya, PI
menerbitkan majalah Hindia Putra. Dalam majalah bulan Maret 1923
disebutkan asas PI adalah “Mengusahakan suatu pemerintahan untuk
Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata,
bahwa hal yang demikian itu hanya akan dicapai oleh orang Indonesia sendiri
bukan dengan pertolongan siapa pun juga; Bahwa segala jenis perpecahan tenaga
haruslah dihindarkan supaya tujuan jelas tercapai.” Dan pada tahun
1924, majalah Hindia Putra diubah namanya menjadi Indonesia
Merdeka.
Meningkatnya kegiatan ke arah politik terutama sejak
kedatangan dua orang mahasiswa Indonesia yang belajar ke Belanda, yaitu Ahmad Subardjo pada tahun 1919
dan Moh. Hatta pada
tahun 1921. Pada tahun 1925 dibuatlah suatu anggaran dasar baru yang merupakan
penegasan dan perjuangan PI. Di dalamnya disebutkan bahwa kemerdekaan penuh
bagi bangsa Indonesia hanya akan diperoleh dengan aksi bersama yang akan
dilakukan secara serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan bersadarkan kekuatan
sendiri. Untuk itu, sangatlah diperlukan suatu bentuk kekompakan rakyat
seluruhnya.
Kegiatan PI kemudian meningkat menjadi
nasional-demokratis, non-koperasi, bahkan anti-koonial dan bersifat
internasional. Dalam bidang internasional inilah, kegiatan PI bertemu dengan
pekumpulan-perkumpulan pemuda yang berasal dari negeri-negeri jajahan di Asia
dan Afrika yang memiliki cita-cita yang sama persis dengan bangsa Indonesia. PI
tampaknya juga berusaha agar masalah Indonesia mendapatkan perhatian dari dunia
internasional. Oleh karena itu, dijalinlah hubungan dengan beberapa organisasi, yakni :
1.
Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial
2.
Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian
3.
Perkumpulan Studi Peradaban
4.
Komintern
5.
All Indian National Congress.
Kedatangan tokoh-tokoh pergerakan nasional yang
menjalani hukuman buang ke Belanda semakin meningkatkan semangat radikal dan
progresif anggota-anggota PI. Tokoh-tokoh yang menjalani hukuman buang tersebut
misalnya Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat, Semaun, dan
Darsono.
Dalam Liga VI Liga Demokrasi Internasional untuk
Perdamaian pada bulan Agustus 1926 di Paris, Perancis, Moh. Hatta dengan tegas
menyatakan tuntutan kemerdekaan Indonesia. Kejadian itu menyebabkan pemerintah
Belanda semakin curiga terhadap PI. Kecurigaan ini bertambah kembali sewaktu
Moh. Hatta atas nama PI menandatangani suatu perjanjian (rahasia) dengan Semaun
(PKI) pada tanggal 5 Desember 1926. Isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa
PKI mengakui kememimpinan PI dan akan dikembangkan menjadi partai rakyat
kebangsaan Indonesia, selama PI secara konsekuen tetap menjalankan politik
untuk Kemerdekaan Indonesia. Karena dinilai oleh Komintern sebagai suatu
kesalahan besar, perjanjian itu dibatalkan kembali oleh Semaun.
Kegiatan PI di kalangan internasional menimbulkan
reaksi keras dari pemerintah Belanda. Atas tuduhan menghasut untuk memberontak,
pada tanggal 10 Juni 1927 empat anggta PI, yaitu Moh. Hatta, Nazir Datuk
Pamontjak, Abdulmajid Djojodiningrat, dan Ali Sastroamidjojo dotangkap dan
ditahan hingga tanggal 8 Maret 1928. Namun dalam pemeriksaannya di sidang
pengadilan Deen Haag, Belanda pada tanggal 22 Maret 1928, mereka sama sekali
tidak terbukti bersalah sehingga dibebaskan.
Dalam kegiatan pergerakan nasional Indonesia,
perngaruh PI cukuplah besar. Beberapa organisasi pergerakan nasional lahir
karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926, Partai
Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda
Indonesia) pada tahun 1927 pula
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Pergerakan Nasional
Indonesia merupakan suatu bentuk perjuangan awal bangsa Indonesia di bidang
politik dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dalam wadah Persatuan dan
Kesatuan. Ada bebarapa organisasi-organisasi yang menjadi tombak pergerakan
Bangsa Indonesia. Seperti yang dibahas sebelumnya, awal dari dinamika
pergerakan nasional indonesia yakni dipelopori oleh :
1.
Boedi Oetomo (Budi Utomo) yang
berdiri tahun 1908
2.
Sarekat Islam didirikan tahun
1911
3.
Indische Partij berdiri tahun
1912
4.
Perhimpunan Indonesia tahun 1908
Dengan adanya
berbagai organisasi-organisasi politik di Indonesia yang menghendaki Indonesia
untuk merdeka tak berujung dengan sia-sia perjuangan mereka, pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesiatelah mengikrarkan kemerdekaannya.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.