Senin, 24 November 2014

DINAMIKA PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA PADA MASA AWAL PERKEMBANGAN (1908 – 1921)

http://kuciingsetia.blogspot.com/2014/11/dinamika-pergerakan-nasional-indonesia.html




MAKALAH

DINAMIKA PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA PADA MASA AWAL PERKEMBANGAN (1908 – 1921)
Dibuat untuk memenuhi tugas Sejarah Nasional Indonesia III

Oleh
Dwi Agustin Puji Lestari        130210302062
Adam Adi Purbaningrat         130210302063
Rizki Ramba Adi Putri           130210302064
Fitri Anggraini FKH               130210302067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
 


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Latar belakang dari penulisan makalah ini adalah untuk merekontruksi dinamika pergerakan nasional melaalui organisasi – organisassi yang berdiri pada tahun 1908 – 1921. Pada masa penjajaahaan rakyat menderita, hhal ini disebabkan oleh kebbijakan – kebijakan kolonial yang sangat merugikan rakyat. Penderitaan yang terus menerus menyebabkan pemberontakan pada rakyat. Khususnya mahasiswa STOVIA yang berusaha mengadakan perlawanan dengan cara halus mengingat pertempuran fisik selalu mengalami kegagalan. Berangkat dari kesadaran dan kemauan untuk melawan, maka mulai muncul berbagai organisasi pergerakan. Meskipun masing-masing organisasi memiliki cara perjuangan yang berbeda, mereka tetap mempunyai satu tujuan yaitu mencapai kemerdekaan.
Ada beberapa faktor yang mendorong pergerakan nasional yakni faktor interen dan eksteren. Salah satu faktor intern ialah penderitaan rakyat akibat penjaajahan, penderitaan itu menjadikan rakyat Indonesia muncul kesadaran nasionalnya dan mulai memahami perlunya menggalang persatuan. Perjuangan tidak lagi menggunakan kekuatan senjata tetapi dengan menggunakan organisasi-organisasi pemuda. Dan untuk faktor ekstern sendiri ialah pengaruh dari luar seperti gerakan nasionalisme China diawali dengan terjadinya pemberontakan Tai Ping (1850 – 1864) dan kemudian disusul oleh pemberontakan Boxer. Haal ini membbuat rakyat Indonesia memiliki semangan untk memperjuangkn kemerdekaan.


1.2  Rumusan Masalah
Adapun permasalah yang diambil oleh penulis ialah merontruksi kembali organisasi – organisasi yang bediri sebagai suatu gerakan nasional Indonesia seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan Perhimpunan Indonesia dalam

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk pemenuhan tugas mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia III
2.      Untuk memahami tentang pergerakan nasional Indonesia.
BAB 2. PEMBAHASAN

Sebenarnya, kesadaran nasional telah tumbuh sejak lama, terbuti dengan adanya paham nasionalisasi saat itu. Namun, perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan saat itu masih bersifat kedaerahan, nah hal-hal berikut inilah yang memicu rakyat Indonesia untuk akhirnya bersatu dan tidak lagi bersifat kedaerahan. Didirikannya sekolah HIS, MULO, AMS, Kweekschool, STOVIA, dan THS hanya untuk anak-anak kelas atas Eropa dan bumiputera. Dianggapnya pendidikan sebagai status sosial anak. Adanya pendidikan yang menimbulkan terbentuknya golongan cendekiawan/pelajar. Dan munculah organisasi – organisasi pergerakkann nasioonal.
2.1 Boedi Oetomo atau Budi Utomo
Sejak Dokter Wahidin pada tahun – tahun 1906 dan 1907 melancarkan suatu gerakan untuk mendirikan studiefonds atau beasiswa yaang kemudian dissusul dengan bedirinya perkumpulan Boedi Oetomo atau Budi Utomo, mulai tampilah dengan jelas adanya reaksi yang sangat jelas dari para kaum priyayi, reaksi ini mencerminkan suatu kekhawatiran kalau - kalau gerakan gerakan tersebut mengancam kaum priyayi tersebut. Munculnya kaaum terpelajar sebagaai golongan profesional telah mengurangi ruang lingkup kekuaasaan elite birokrasi. Dengaan meningkatnya diferensiasi fungsi dalam pelayaanan umum, otoritas seperti priyayi itu akan berkurang sebagian bergeser ke tangan pejabat proesional.
Ikatan situasi masing - masing golongan sosial menentukan kedudukanya dalam proses moderenesasi pada umumnya dan pergerakan nasional khususnya. Kaum priyayi termasuk golongaan konservatif sedangkan kaum terpelajar atau intelektual pada umumnya ada di barisan progresif. Legitimasi kedudukanya golongan pertama lebih didasarkan atas status menurut askripsi, sedang yaang kedua pada nilai status berdasarkan achievement atau status yang ditentukan oleh hasil usaha sendiri.
            Dalam pergerakanya dr.Wahidin bertemu dengan Sutomo, seorang pelajar STOVIA di Jakarta. Cita - cita untuk meningkatkan kedudukan dan martabat rakyat sebenarnya sudah ada pada diri pelajar STOVIA. Dengaan berjalaanya waktu gerakan Beasiswwa ataau Dana Pelajar diperluas jangkauanya. Dan pada tanggal 20 Mei 1908  di Jakarta pelajar – pelajar tersebut di gedung STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo dan diketuai oleh R. Sutomo. Program utama dari Budi Utomo adalah mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial disebabkan saat itu belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena adanya aturan  yang ketat dari pihak pemerintah Hindia Belanda. Disamping itu, pemerintah Hindia Belanda sedang melaksanakan program edukasi dari politik ethis sehingga terdapat kesesuaian kedua program.  Budi Utomo merupakan organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya dengan gerakan awal jangkauannya hanya terbatas pada Jawa dan Madura.
            Susunan awal keanggotaan Boedi Oetomo adalah sebagaai berikut :
            Ketua              : Sutomo
Wakil Ketua    : Sulaeman
Sekertaris I      : Suwarno
Bendahara       : R Angka
Komisaris        : M Suwarno dan Muh Saleh
Bulan Mei sampai Oktober 1908, Budi Utomo yang merupakan oganisasi pertama yang dilakukan oleh para pelajar dengan para pelajar STOVIA. Dengan tujuan untuk kemajuan bagi Hindia, dimana jangkauan geraknya yang terbatas pada penduduk pulau Jawa dan pulau Madura dan lambat laun meluas untuk penduduk Hindia Belanda seluruhnya enggan tidak memerhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin. Serta agama. Sampai menjelang kongres pertama yang memiliki 8 cabang Budi Utomo  yaitu di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Prolinggo.
Cabang-cabangnya didirikan pada lembaga-lembaga tersebut dan pada bulan Juli 1908 Budi Utomo sudah mempunyai anggota 650 orang. Mereka yang bukan mahasiswa juga menggabungkan diri, sehingga pengaruh mahasiswa mulai berkurang dan organisasi tersebut tumbuh menjadi partai priyayi rendah Jawa pada umumnya.
Budi Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia dengan memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga rencana kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Tanpa adanya sebuah pengalaman dalam keorganisasian, Budi Utomo merupakan wadah dari unsur radikal dan bercorak politik. Setelah adanya perbedaan yang panjang mengeni corak Budi Utomo, pengurus besar memutuskan untuk membatasi jangkauan gerak kepada penduduk Jawa dan Madura dan tidak akan dilibatkan dalam kegiatan politik.
Dalam organisasinya Budi Utomo mengusulkkan kepada pemerintahan Hindia Belanda untuk :
1.      Meninggikan tingkat pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun sekolah priyayi.
2.      Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi putera.
3.      Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.
4.      Izin pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5.      Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6.      Memelihara tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7.      Mendirikan Taman kanak-kanak untuk bumi putera.
8.      Memberikan kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah rendah eropa atau sekolah Tionghoa - Belanda.
Selanjutnya Budi Utomo dijadikan sebagai badan hukum yang diharakan organisasi akan melancarkan aktivitasnya secara luas. Akan tetapi hal tersebut terkendala dengan adanya masalah keuangan. Dan juga bupati telah mendirikan sekolah sendiri. Namun pada akhirnya Budi Utomo menperoleh cabang di 40 tempat dengaan jumlah anggota kurang lebih 10.000 orang. Pada tanggal 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan konggresnya yang pertama di Yogyakarta. Konggres ini berhasil menetapkan tujuan organisasi yaitu; Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, tehnik, industri serta kebudayaan. Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama terpilih R.T Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sedangkan anggota-anggota Pengurus Besar pada umumnya pegawai pemerintahan atau mantan pegawai pemerintahan dengan pusat organisasi berada di Yogyakarta. Pengurus hasil konggres ini merupakan dewan pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua yang mendukung pendidikan yang semakin luas dikalangan priyayi dan mendorong pengusaha Jawa.
Setelah cita-cita Budi Utomo mendapat dukungan semakin luas dikalangan cendekiawan Jawa maka para pelajar tersebut memberi kesempatan kepada golongan tua untuk memegang peranan yang lebih besar bagi gerakan ini. Ini dibuktikan dengan terpilihnya golongan tua sebagai pengurus dalam konggres Budi Utomo I di Yogyakarta. Ketua terpilih R.T Tirtokusumo, sebagai seorang bupati lebih memperhatikan reaksi dari pemerintah kolonial Belanda dibanding reaksi dari warga pribumi. Sebelumnya terjadi persaingan daalam konggres itu, disebabkan terdapat kelompok minoritas yang dipimpin dr.Cipto Mangunkusumo yang berusaha memperjuangan Budi Utomo berubah menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyast pada umumnya tidak terbatas hanya golongan priyayi dan kegiatannya meliputi seluruh Indonesiaa, tidak hanya Jawa dan Madura saja. Namun, pandangan dr. Cipto Mangunkusumo gagal mendapat dukungan bahkan pada tahun 1909, beliau mengundurkan diri dari Budi Utomo dan kemudian bergabung dengan Indische Partij.
Setelah Cipto Mangunkusumo meninggalkan Budi Utomo tidak ada permasalahan lagi pada badan organisasi tersebut, namun Budi kehilangan kekuatan progresif sehingga perkembaangan selanjutnya didominasi oleh kaum ningrat. Organisasi semacam ini menjadi wadah yang tepat bagi golongan priyayi, baik dari birokrasi maupun profesional terutama tingkat menengah dan bawah.
Budi Utomo bukan hanya dikenal sebagai salah satu organisasi nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu organisasi yang terpanjang usianya sampai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Budi Utomo memang mempunyai arti penting meskipun jumlah anggotanya hanya 10 ribu, sedangkan SI mencapai 360 ribu. Budi Utomo lah penyebab berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga terjadinya integrasi nasional, maka wajarlah kalau pada kelahiran Budi Utomo tanggal 20 Mei disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Lahirnya Budi Utomo menampilkan fase pertama dari nasionalisme Indonesia. Fase ini menunjuk pada etno nasionalisme dan proses penyadaran diri terhadap identitas bangsa Jawa (Indonesia).

2.2    Sarekat Islam
            Sarekat islam berdiri pada tahun 1911 di Solo. Latar belakang ekonomis pembentukan Sarekat Islam adalah untuk melawan terhadap pedagang antara (penyalur) oleh orang Cina. Berdirinya Sarekat Islam merupakan isyarat bagi orang muslim, bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya. Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap bumiputra.
            Ia merupakan reaksi terhadap rencana krestenings-politiek (politik pengkristenan) dari kaum zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenar-ambtenar bumiputra dan Eropa. Pokok utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan kesombongan rasial.
            Berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi dari ambtenar-ambtenar pemerintah, maka Sarekat Islam berhasil pada lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan yang paling banyak menderita. Jika ditinjau menurut anggaran dasarnya, yang dapat dirumuskan seperti berikut :
a.       Mengembangkan jiwa berdagang.
b.      Memberi bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesukaran.
c.       Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputera.
d.      Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Berdasarkan anggaran dasarnya yang sudah disebut diatas, maka SI terang tidak berisikan politik. Akan tetapi, dari seluruh aksi perkumpulan itu dapat dilihat bahwa SI tidak lain melaksanakan suatu tujuan ketatanegaraan. Selalu memperjuangkan dengan gigih keadilan dan kebenaran terhadap penindasan.tidak diragukan lagi, periode SI itu dicanangkan oleh suatu kebangunan revolusioner dalam arti tindakan yang gagah berani melawan stelsel-terjajah-penjajah.
Pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi situasi yang mengancam kedudukannya serta sewaktu-waktu dapat menjadi gerakan revolusi ini menempuh jalan hati-hatidan mengirimkan salah seorang penasihatnya kepda organisasi tersebut. Gubernur Jenderal Idenburg meminta nasihat-nasihat dari para residen untuk menetapkan kebijakan politiknya dalam menghadapi SI. Hasilnya ialah untuk sementara SI tidak boleh berupa organisasi yang mempunyai pengurus besar dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal.
Suwardi Suryaningrat mencatat pada tahun 1917 bahwa berhubung dengan jalan diplomatis yang ditempuh oleh pemerintah itu, lambat laun unsur pemberontak menjadi berkurang, bahkan disana-sini telah berubah menjadi mentalitas semangat Belanda. Penulis lain (D.M.G. Koch) mengemukakan adanya aliran di dalam tubuh SI, yaitu yang bersifat Islam fanatik, yang bersifat menentang keras, dan golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan secara berangsur-angsur dengan bantuan pemerintah. Akan tetapi, apabila cita-cita yang tidak adil tidak sah terhadap rakyat Indonesia begitu jelas, kerohanian SI tetap demokratis dan militan (sangat siap untuk berjuang). Memang beberapa aspek perjuangan terkumpul menjadi satu di dalam tubuh SI sehingga ada yang menamakan bahwa SI merupakan “gerakan nasionalitis-demokratis-ekonomis”.
Berbeda dengan partai lainnya, kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horizontal, sehingga SI merupakan organisasi massa yang pertama di Indonesia, yang antara tahun 1917-1920 sangat terasa pengaruhnya dalam politik Indonesia.
Mr. A.K. Pringgodigdo, dalam bukunya Sedjarah Pergerakan Rakyat Indonesia, menyatakan bahwa jumlah semua anggota Sarekat Islam pada waktu itu (1916) adalah kurang lebih 800.000. Selanjutnya disebutkan bahwa pada waktu kongres Nasional Sarekat Islam daerah yang mewakili jumlah anggota 360.000 orang. Angka ini disebutkan juga oleh Drs.Soesanto Tirtoprodjo,S.H. dalam bukunya Sedjarah Pergerakan Nasional Indonesia.
Dr. Bernhard Dahm dalam bukunya Sukarno and the stuggle for Indonesian Independence, menunjukan angka lebih teliti lagi. Keanggotaan Sarekat Islam di Jawa tahun 1912-1914 adalah sebagai berikut :
Bulan dan Tahun
Jumlah Anggota
April 1912
4500
Desember 1912
93.000
April 1913
150.000
April 1914
366.913

Dalam bulan April 1914 keanggotaan Sarekat Islam telah mencapai puncaknya. Mulai tahun itu sampai tahun 1917 terlihat adanya penurunan anggota. Mulai tahun 1918 terlihat lagi adanya penambahan anggota. Keanggotaan Sarekat Islam di Jawa tahun 1915-1918 adalah sebagai berikut :
Bulan dan Tahun
Jumlah Anggota
April 1915
319.251
Juni 1916
273.377
Oktober 1917
268.355
Oktober 1918
389.410


Perwakilan-perwakilan yang menghadiri Kongres Sarekat Islam dari tahun 1916-1918 dapat pula diketahui daru buku Bernhasd Dahm sebagai berikut :
-          1916 : 354.800, termasuk 81.423 dari luar Jawa.
-          1917 : 350.954, termasuk 92.559 dari luar Jawa.
-          1918 : 450.099, termasuk 60.689 dari luar Jawa.
George Mc. Turnan Kahin dalam bukunya Nationalism and Revolution di Indonesia menyatakan bahwa : menjelang 4 tahun semenjak pendiriannya pada tahun 1912, organisasi Sarekat Islam berkembang mempunyai anggota 360.000 orang dan pada tahun 1919 jumlah anggotanya 2.500.000 orang.
 Corak demokratis dan kesiapan SI untuk berjuang yang mendekatkan beberapa cabang SI dan para pemimpinnya kepada ajaran Marxis. Terutama SI di bawah Semaun dan Darsono, merupakan pelopor yang menggunakan senjata dalam perjuangan melawan imperialisme, ialah teori perjuangan Marx.
Sudah barang tentu hal ini menimbulkan krisis dan pertentangan timbul antara pendukung paham Islam dan paham Marx. Debat yang seru terjadi antara H.Agus Salim-Abdul Muis dipihak paham Islam melawan Semaun dan Tan Malaka dipihak paham Marx. Pada tahun 1921 golongan kiri (penganut paham Marx) dalam tubuh SI dapat disingkirkan, yang kemudian menamakan dirinya Sarekat Rakyat (SR). SI dan SR berusaha untuk mendapatkan sokongan massa dan dalam hal ini keduanya cukup berhasil. Keadaan di dalam tubuh SI yang demikian membuat pemimpin SI, H.O.S Tjokroaminoto, mengadakan studi banding ajaran Islam dan Marxisme. Bukunya terbit pada tahun 1924 bejudul Islam dan Sosialisme.
Pada 1921 Sarekat Islam (SI) mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) dengan maksud untuk memperoleh kembali dukungan yang telah hilang akibat dilaksanakan disiplin partai. Usaha lain memperoleh dukungan adalah dengan mengadakan gerakan pan-Islamisme dan membuat struktur partai yang kuat.

Sarekat Islam beberapa kali mengadakan Kongresnya. Kongres Islam itu adalah sebagai berikut :
1. Kongres Sarekat Islam Pertama dibuka tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya. Hasil kongres adalah :
a.  Dalam kongres berhasil dibentuk suatu Sentral Komite dengan Haji Samanhoedi sebagai ketua dan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai ketua muda. Menurut M.D.G. Koch dalam bukunya Menudju Kemerdekaan, H.O.S. menyatakan, "Kami bersikap Loyal terhadap pemerintah Belanda. Kami senang dibawah kekuasaan Pemerintah Belanda. Bohong jika ada yang berkata, bahwa kami hendak merusak keamanan. Tidak benar kami hendak bertempur. Yang menyangka demikian, ialah orang gila! Tidaklah pemberontakan atau kekacauan yang kami maksud, sekali-kali tidak!".
b. Sarekat Islam berbentuk Badan Hukum
2. Kongres Sarekat Islam kedua di Solo (1913). Dalam kongres ini diputuskan bahwa Sarekat Islam hanya terbuka untuk bangsa Indonesi dan pegawai pangreh praja.
3. Kongres Sarekat Islam ke tiga di Bandung (17-19 Juni 1916).
4. Kongres Nasional Sarekat Islam Ke dua di Jakarta (20-27 Oktober 1917)
Kongres menyetujui hal-hal berikut ini :
a. Tetap menyetujui aksi Parlementer-Evolusioner.
b. Tetap ikut dalam gerakan Indie Weerbar.
c. Menetapkan suatu azas pemerintahan sendiri sebagai tujuan perjuangan terhadap penjajahan dan menentang semua penghisapan oleh kapitalisme.
Pada waktu kongres ini sudah terlihat adanya pengaruh aliran Revolusioner Sosialistis yang dibawakan oleh Sarekat Islam cabang Semarang.
5. Kongres Nasional Sarekat Islam ke tiga di Surabaya (tanggal 29 September – 6 Oktober 1918).
Keputusannya sebagai berikut :
a. Menentang pemerintah sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme.
b. Menarik garis yang tegas pertentangan antara penjajah melawan terjajah dan pertentangan antara kapitalis melawan buruh.


5. Kongres Nasional Sarekat Islam Ke empat di Surabaya (tanggal 26 Oktober-2 Nopember 1919).
Keputusan seperti berikut :
a. Memutuskan semua Sarekat Sakerja dalam suatu majelis yang terdiri dari 2 kamar.
b. Mengadakan beberapa komite penyelidik untuk mempelajari soal-soal yang penting bagi pergerakan rakyat.
6. Kongres Nasional Sarekat Islam Ke Lima di Surabaya (bulan Maret 1921)
Keputusannya adalah Sarekat Islam menentang Kapitalisme sebagai sebab penjajahan. Keputusan ini adalah suatu kompromi antara aliran ekonomis-pragmatis yang diwakili oleh Semaun dan aliran nasional keagamaan yang diwakili oleh golongan Tjokroaminoto.
7. Kongres Nasional Sarekat Islam Keenam di Surabaya (tahun 1921)
Keputusannya adalah menerima Partij Disiplin, yang berakibat :
a. Orang-orang harus memilih dengan tegas.
b. Golongan Semaun dikeluarkan dari Sarekat Islam, karena Partij Disiplin yang tidak memperbolehkan lagi merangkap dua keanggotaan Partij politik.
8. Kongres Nasional Sarekat Islam ke Tujuh di Madiun (Februari 1923).
Keputusannya seperti berikut :
a.      Mengubah nama Sentral Sarekat Islam menjadi Partij Sarekat Islam.
b.      Mempertahankan disiplin Partij.
9. Kongres Nasional Islam di Yogyakarta (Agustus 1925).
Keputusannya sebagai berikut :
a. Sarekat Islam sebagai Partij berhaluan non cooperatitie, tetapi kepada anggota Partij diberi kebebasan untuk menjabat anggota badan-badan perwakilan, tidak atas nama Partij melainkan atas nama sendiri.
b. Menegaskan bahwa tujuan Partij Sarekat Islam adalah mencapai kemerdekaan nasional atas dasar agama Islam.

2.3 Indische Partij
Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai pengganti organisasi Indische Bond, sebagai organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudhi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij merupakan organisasi pergerakkan nasional yang bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme modern.
Douwes Dekker melihat kejanggalan-kejanggalan dalam masyarakat kolonial, khususnya diskriminasi antara golongan keturunan Belanda “totok” dengan kaum Indo (campuran). Beliau tidak hanya membela kepentingan golongan kecil masyarakat Indo, tetapi meluaskan pandangannya terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya yang hidup dalam penindasan pemerintah kolonial. Beliau berpendapat bahwa nasib kaum Indo tidak ditentukan oleh pemerintah kolonial, melainkan terletak pada kerja sama dengan penduduk Indonesia lainnya. Masyarakat Indische digambarkan sebagai satu kesatuan antara golongan pribumi dan Indo-Eropa yang terdesak oleh pendatang baru dari negeri Belanda.
Suwardi Suryaningrat melalui tulisan-tulisannya di dalam Het Tijdschrift dan De Express melakukan propaganda berisi penyadaran bagi golongan Indo dan penduduk bumiputra. Tulisan tersebut menyebutkan bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama, yaitu eksploitasi kolonial.
Untuk persiapan pendirian Indische Partij, Douwes Dekker melakukan perjalanan propaganda di Pulau Jawa mulai tanggal 15 September hingga tanggal 3 Oktober 1912. Dalam perjalanannya, beliau bertemu dengan dr. Cipto Mangunkusumo. Ketika berada di Bandung, beliau mendapat dukungan dari Suwardi Suryaningrat dan Abdul Muis yang pada waktu itu telah menjadi pemimpin-pemimpin Sarekat Islam cabang Bandung. Di Yogyakarta, beliau mendapat sambutan dari pengurus Boedi Oetomo. Redaktur-redaktur surat kabar Jawa Tengah di Semarang dan Tjahaya Timoer di Malang juga mendukung berdirinya Indische Partij. Bukti nyata dari banyaknya dukungan itu adalah dengan didirikannya 30 cabang Indische Partij dengan anggota sebanyak 7300 orang. Kebanyakan dari anggota itu merupakan orang Indo-Belanda, sedangkan jumlah anggota dari golongan pribumi sebanyak 1500 orang.
Permusyawaratan wakil-wakil Indische Partij daerah pada tanggal 25 Desember 1912 di bandung berhasil menyusun anggaran dasar Indische Partij. Program revolusioner tampak dalam pasal-pasal anggaran dasarnya tersebut, antara lain tujuan Indische Partij untuk membangun patriotisme semua Indiers terhadap tanah air atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air Hindia dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Sikap tegas Indische Partij juga tampak dalam semboyan-semboyan mereka yang berbunyi Indie los van Holland (Hindia bebas dari Belanda) dan Indie voor Indier (Indonesia untuk orang Indonesia). Sesuai dengan bunyi pasal-pasal dalam anggaran dasar Indische Partij, seperti sebagai berikut:

1.         Memelihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan semua Indiers, meluaskan pengetahuan umum tentang sejarah budaya Hindia, mengasosiasikan intelek secara bertingkat kedalam suku dan antar suku yang masih hidup berdampingan pada mada ini, menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan kepada diri sendiri.
2.    Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras baik dalam bidang ketatanegaraan maupun bidang kemasyarakatan.
3.    Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian agama dan sektarisme yang bisa mengakibatkan Indiers asing sama lain, sehingga dapat memupuk kerjasama atas dasar nasional.
4.    Memperkuat daya tahan rakyat Hindia dengan memperkembangkan individu ke arah aktivitas yang lebih besar secara taknis dan memperkuat kekuatan batin dalam soal kesusilaan.
5.    Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6.         Memperkuat daya rakyat Hindia untuk dapat mempertahankan tanah air dari serangan asing.
7.    Mengadakan unifikasi, perluasan, pendalaman, dan meng-Hindia-kan pengajaran, yang di dalam semua hal terus ditujukankepada kepentingan ekonomi Hindia, dimana tidak diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan karena ras, seks atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat yang setinggi-tingginya yang bisa di capai.
8.    Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan.
9.         Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Jadi, jelas bahwa Indische Partij bergerak langsung terjun dalam bidang politik. Oleh karena itu, tidak mustahil apabila tokoh-tokohnya mendapat pengawasan secara ketat. Pergerakan dalam bidang politik pada saat itu memang masih sangat berbahaya. Organisasi yang tampak bergerak dalam bidang politik, sudah pasti mendapat tuduhan pemerintah kolonial Belanda, bahwa organisasi tersebut akan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Hal ini dapat dirasakan Indische Partij pada saat mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal pada tanggal 4 Maret 1913, agar organisasi ini mendapat pengakuan sebagai badan hukum, ternyata ditolak. Alasan penolakannya karena organisasi ini berdasarkan politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum.
Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia. Indonesia dianggap sebagai national home bagi semua orang, baik penduduk bumiputra maupun keturunan Belanda, Cina, dan Arab, yang mengakui Indonesia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paham ini pada waktu itu dikenal sebagai Indische Nationalisme, yang selanjutnya melalui Perhimpunan Indonesia dan PNI, diubah menjadi Indonesische Nationalisme atau Nasionalisme Indonesia. Hal itulah yang menyatakan bahwa Indische Partij sebagai partai politik pertama di Indonesia. Bahwa Indische Partij adalah suatu partai yang radikal juga, dinyatakan Douwes Dekker, didirikan partai ini merupakan penantangan perang dari pihak budak koloni yang membayar lasting kepada kerajaan penjajah, pemungut pajak.
Melihat adanya sikap radikal di dalam Indische Partij, pemerintah kolonial Belanda mengambil sikap tegas. Permohonan kepada gubernur jenderal untuk mendapatkan pengakuan sebagai badan hukum ditolak pada tanggal 4 Maret 1913 dengan alasan organisasi ini berdasarkan politik dan mengancam serta hendak merusak keamanan umum. Hal itu menjadi pelajaran bagi Indische Partij dan juga partai-partai lainnya bahwa kemerdekaan tidak akan diterima sebagai hadiah dari pemerintah kolonial. Kemerdekaan itu harus direbut dan diperjuangkan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Pada tahun 1913, Pemerintah Belanda bermaksud merayakan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813-1913). Pegawai kolonial Belanda di berbagai tempat sibuk mengumpulkan uang untuk memeriahkan perayaan tersebut. Rakyat pun dipaksa turut serta membiayai pesta peringatan tersebut. Tindakan Belanda itu melukai hati bangsa Indonesia, terutama kaum nasionalis.
Di kalangan penduduk bumiputra di Bandung dibentuk sebuah panitia peringatan yang disebut “Comité tot Herdenking can Nederlands Honderdjarige Vrijheid atau disingkat Komite Bumiputra. Komite itu bertujuan membatalkan pembentukan “Dewan Jajahan” dan menuntut penghapusan Pasal III R.R. (Reglement op het beleid der Regeering) tentang larangan kehidupan berpolitik. Komite itu juga memprotes pengumpulan uang dari rakyat untuk membiayai pesta peringatan hari kemerdekaan Belanda itu. Salah seorang pemimpin komite tersebut, Suwardi Suryaningrat, menulis sebuah risalah dalam bahasa Belanda yang berjudul Als ik eens Nederlander was (Andai aku adalah seorang Belanda). Isi pokok dari tulisan itu merupakan suatu sindiran terhadap pemerintah kolonial Belanda yang mengajak penduduk pribumi ikut serta merayakan hari kemerdekaan Belanda padahal penduduk pribumi sendiri sedang dijajah oleh Belanda sendiri.
Karena dianggap terlalu radikal, pada tahun 1913 Douwes Deker, Dr.Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat ditangkap dan dikenakan hukuman buang (internir) ke negeri Belanda. Kepergian ketiga tokoh tersebut berpengaruh cukup besar terhadap kegiatan Indische Partij sehingga semakin lama semakin menurun. Indische Partij kemudian berganti nama menjadi Insulinde. Pengaruh Sarekat Islam yang semakin menguat juga berpengaruh terhadap perkembangan partai ini sehingga Partai Insulinde menjadi semakin melemah.
Pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa.
Kembalinya Douwes Dekker dari Belanda pada tahun 1918 tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi Insulinde. Pada tahun 1919, partai ini berubah nama menjadi National Indische Partij (NIP). Dalam perkembangannya, NIP tidak pernah lagi mempunyai pengaruh kepada rakyat banyak. Masyarakat pribumi lebih banyak terserap mengikuti organisasi-organisasi lain, sedangkan orang Indo-Eropa yang masih cukup konservatif lebih cenderung bergabung dengan Indische Bond. Oleh karena itu, Indische Partij telah kehilangan basis massanya dan akhirnya dibubarkan, karena sudah tidak dapat menjalankan tugasnya dengan semestinya. NIP tidak pernah mempunyai pengaruh yang besar di kalangan rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar. E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname, Amerika Selatan.

2.4 Perhimpunan Indonesia
Pada awal abad XX terjadi perkembangan baru dalam pelaksanaan politik kolonial Belanda di Indonesia. Garis politik baru itu berbeda dari watak politik yang dijalankan sebelumnya. Haluan politik itu dikenal dengan sebutan “politik etis” atau “politik balas budi”.
Politik etis yang dimulai dengan penuh semangat itu, pada dasawarsa kedua mulai kabur dan pelaksanaannya diragukan. Perkembangan sosial politik sejak Kebangunan Nasional dan pecahnya Perang Dunia I menimbulkan situasi politik yang melemahkan tujuan seperti apa yang telah terkandung dalam politik etis.
Dalam menghadapi suasana yang penuh kegelisahan pasca Perang Dunia I dan gagalnya politik etis, Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum mengeluarkan janji pemerintah untuk mengadakan komisi perubahan yang akan bertugas meninjau kembali kekuasaan Volksraad dan struktur administrasi pemerintah Hindia Belanda. Ia mampu mengambil hati kaum pergerakan karena pandangannya yang progresif dan memberikan kesempatan organisasi pergerakan hidup dengan terbuka.
Memasuki pasca Perang Dunia I, pergerakan Nasional Indonesia menginjak babak baru, yakni telah menginjak fase kelahiran Nasionalisme dengan cita-citanya yang tegas ke arah emansipasi politik dengan jalan kerja sendiri secara aktif dengan bersenjatakan ideologi kesatuan Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Perhimpunan Indonesia berdiri enam bulan setelah berdirinya Boedi Oetomo. Sama halnya dengan BO , PI- pun semula bersifat sosio-kultural kelompok studi. Selain itu, juga merupakan kelompok keakraban karena sesama orang Indonesia yang merasa senasib sepenanggungan di perantauan.Perhimpunan Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda, antara lain Sutan Kasayangan dan R.N. Noto Suroto. Mula-mula organisasi itu bernama Indische Vereeniging. Tujuannya adalah memajukan kepentingan-kepentingan bersama orang-orang pribumi dan nonpribumi bukan Eropa di negeri Belanda. Pada mulanya, organisasi tersebut hanya merupakan sebuah organisasi sosial. Akan tetapi, sejak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan anti imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin Indische Vereenigin semakin menonjol. Lebih-lebih sejak adanya seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, sehingga keinginan para pelajar Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat.
Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama dalam bahasa Belanda juga digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia. Dalam perkembangannya, hanya nama Perhimpunan Indonesia (PI) saja yang digunakan. Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI bergerak dalam bidang politik.

Untuk menyebarkan semangat perjuangannya, PI menerbitkan majalah Hindia Putra. Dalam majalah bulan Maret 1923 disebutkan asas PI adalah “Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata, bahwa hal yang demikian itu hanya akan dicapai oleh orang Indonesia sendiri bukan dengan pertolongan siapa pun juga; Bahwa segala jenis perpecahan tenaga haruslah dihindarkan supaya tujuan jelas tercapai.” Dan pada tahun 1924, majalah Hindia Putra diubah namanya menjadi Indonesia Merdeka.

Meningkatnya kegiatan ke arah politik terutama sejak kedatangan dua orang mahasiswa Indonesia yang belajar ke Belanda, yaitu Ahmad Subardjo pada tahun 1919 dan Moh. Hatta pada tahun 1921. Pada tahun 1925 dibuatlah suatu anggaran dasar baru yang merupakan penegasan dan perjuangan PI. Di dalamnya disebutkan bahwa kemerdekaan penuh bagi bangsa Indonesia hanya akan diperoleh dengan aksi bersama yang akan dilakukan secara serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan bersadarkan kekuatan sendiri. Untuk itu, sangatlah diperlukan suatu bentuk kekompakan rakyat seluruhnya.

Kegiatan PI kemudian meningkat menjadi nasional-demokratis, non-koperasi, bahkan anti-koonial dan bersifat internasional. Dalam bidang internasional inilah, kegiatan PI bertemu dengan pekumpulan-perkumpulan pemuda yang berasal dari negeri-negeri jajahan di Asia dan Afrika yang memiliki cita-cita yang sama persis dengan bangsa Indonesia. PI tampaknya juga berusaha agar masalah Indonesia mendapatkan perhatian dari dunia internasional. Oleh karena itu, dijalinlah hubungan dengan beberapa organisasi, yakni :
1.      Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial
2.      Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian
3.      Perkumpulan Studi Peradaban
4.      Komintern
5.      All Indian National Congress.

Kedatangan tokoh-tokoh pergerakan nasional yang menjalani hukuman buang ke Belanda semakin meningkatkan semangat radikal dan progresif anggota-anggota PI. Tokoh-tokoh yang menjalani hukuman buang tersebut misalnya Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat, Semaun, dan Darsono.

Dalam Liga VI Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian pada bulan Agustus 1926 di Paris, Perancis, Moh. Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan kemerdekaan Indonesia. Kejadian itu menyebabkan pemerintah Belanda semakin curiga terhadap PI. Kecurigaan ini bertambah kembali sewaktu Moh. Hatta atas nama PI menandatangani suatu perjanjian (rahasia) dengan Semaun (PKI) pada tanggal 5 Desember 1926. Isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa PKI mengakui kememimpinan PI dan akan dikembangkan menjadi partai rakyat kebangsaan Indonesia, selama PI secara konsekuen tetap menjalankan politik untuk Kemerdekaan Indonesia. Karena dinilai oleh Komintern sebagai suatu kesalahan besar, perjanjian itu dibatalkan kembali oleh Semaun.
Kegiatan PI di kalangan internasional menimbulkan reaksi keras dari pemerintah Belanda. Atas tuduhan menghasut untuk memberontak, pada tanggal 10 Juni 1927 empat anggta PI, yaitu Moh. Hatta, Nazir Datuk Pamontjak, Abdulmajid Djojodiningrat, dan Ali Sastroamidjojo dotangkap dan ditahan hingga tanggal 8 Maret 1928. Namun dalam pemeriksaannya di sidang pengadilan Deen Haag, Belanda pada tanggal 22 Maret 1928, mereka sama sekali tidak terbukti bersalah sehingga dibebaskan.

Dalam kegiatan pergerakan nasional Indonesia, perngaruh PI cukuplah besar. Beberapa organisasi pergerakan nasional lahir karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) pada tahun 1927 pula

















BAB 3. PENUTUP

3.1 Simpulan
            Pergerakan Nasional Indonesia merupakan suatu bentuk perjuangan awal bangsa Indonesia di bidang politik dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dalam wadah Persatuan dan Kesatuan. Ada bebarapa organisasi-organisasi yang menjadi tombak pergerakan Bangsa Indonesia. Seperti yang dibahas sebelumnya, awal dari dinamika pergerakan nasional indonesia yakni dipelopori oleh :
1.      Boedi Oetomo (Budi Utomo) yang berdiri tahun 1908
2.      Sarekat Islam didirikan tahun 1911
3.      Indische Partij berdiri tahun 1912
4.      Perhimpunan Indonesia tahun 1908
Dengan adanya berbagai organisasi-organisasi politik di Indonesia yang menghendaki Indonesia untuk merdeka tak berujung dengan sia-sia perjuangan mereka, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesiatelah mengikrarkan kemerdekaannya.





1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    BalasHapus